alkitab digital. 1

Rabu, 09 Juli 2025

alkitab digital. 1



 Ibadah yaitu  bagian penting dari hidup keagamaan seseorang. 

Tidak pernah terjadi dalam dua dekade yang lalu, dimana ibadah menjadi 

hangat dibicarakan dalam kekristenan seperti saat ini. Tidak pernah 

sebelumnya ibadah menjadi sesuatu yang begitu rumit, sementara itu 

banyak orang keluar dari satu Gereja kepada Gereja yang lain untuk 

mencari dan mengalami ibadah yang benar, yang telah dimodifikasi untuk 

menjawab persoalan manusia, demikian pendapat Fischer, seorang 

penyanyi dan pengarang lagu serta penulis buku Fearless Faith.

1

Selanjutnya dikatakan: statistik menunjukkan bahwa Gereja-gereja besar 

bertumbuh bukan karena pertobatan tetapi bentuk ibadah yang lebih baik 

dan populer bagaikan pipa penyedot yang menarik pengunjung ke dalam

Gereja yang tadinya kecil, kemudian menjadi besar. Bahkan pemberitaan 

Firman Tuhan yang tadinya begitu penting, sekarang menjadi hanya 

sebagai tambahan kepada pujian dan penyembahan.2 Menurut Fischer: Many people go to church today more to experience God than they go to 

hear about Him, and they feel that they experience God mostly in the 

music.

3 Hal ini menunjukkan adanya kehausan yang dalam dari umat Tuhan 

untuk bertemu dengan Allah-nya dalam ibadah.

Pemahaman tentang pengertian ibadah dalam Perjanjian Baru (PB) 

harus dimulai dengan memperhatikan kata-kata tertentu yang biasa 

digunakan dalam ibadah PB. Menurut Reimer, kata ibadah (atau ibadat) 

yaitu  istilah untuk menyebut suatu perbuatan yang menyatakan bakti 

kepada Allah, yang didasari oleh ketaatan mengerjakan perintah-Nya.4 Kata 

leiturgia berasal dari kata kerja leiturgeo, artinya melayani, melaksanakan 

dinas atau tugas, memegang jabatan.

5 Secara harafiah kata leiturgia berasal 

dari dua kata Yunani, yaitu leitos yang berarti rakyat, umat; dan kata ergon 

yang berarti pekerjaan, perbuatan, tugas. Jadi leiturgia berarti melakukan 

suatu pekerjaan untuk rakyat.

6 Menurut Abineno yang dikutip Reimer, 

ibadah yang biasanya digunakan dalam PB bahasa Indonesia, yaitu  

terjemahan tiga istilah Yunani, sebagai berikut: leiturgi (Kis 13:2)… 

beribadah kepada Allah; latreia (Rm 12:1)… mempersembahkan seluruh 

tubuh: threskeia (Yak 1)… pelayanan kepada orang yang dalam 

kesusahan.7 Dengan demikian, seluruh istilah ini yaitu  menunjuk kepada 

aktifitas manusia. Dengan kata lain, pengertian ibadah PB menunjuk 

kepada aktifitas ibadah manusia sebagai respons terhadap karya 

keselamatan Kristus, yang yaitu  penggenapan ibadah Perjanjian Lama. 

Tulisan ini bertujuan memaparkan apa itu ibadah dalam PB dan bagaimana 

umat Tuhan beribadah serta kontribusinya bagi ibadah masa kini.

DASAR IBADAH

Dasar ibadah PB yaitu  pada perjanjian Allah yang digenapi di 

dalam pengurbanan Kristus di kayu salib. Kristus yaitu  kurban yang sempurna. Kristus yaitu  penggenapan ibadah PL. Searah dengan 

pernyataan di atas, Lumintang menuliskan sebagai berikut:

Kristus menggenapi tabernakel dan Bait Allah dengan jalan Pribadi 

Kedua Allah Tritunggal menjadi manusia dan tinggal di antara kita 

(manusia). Kehadiran Allah menjadi nyata di dalam Pribadi Yesus. 

Yesus yaitu  Allah yang tinggal di antara kita. Karena itu, ibadah 

kepada Allah hanya terjadi di dalam dan melalui Tuhan Yesus.8

Peterson juga menuliskan bahwa: the New Testament begins with 

the assurance that all history has been moving towards Jesus Christ as its 

goal and that he is the final and definitive manifestation of God’s presence 

with his people,

9 maka dasar ibadah Perjanjian Baru ada pada inkarnasi 

Yesus Kristus, sebagai penggenapan nubuatan mesianik Perjanjian Lama.

Dasar ibadah PB dapat ditemukan melalui mencermati sikap Yesus 

terhadap ibadah dan makna karya Kristus. Sikap Yesus terhadap ibadah, 

pertama; Yesus mendukung ibadah PL.10 Hubungan Yesus dengan Bait 

Allah, synagoge, dan hari raya Yahudi membuktikan kesimpulan di atas. 

Dalam Injil dicatat bahwa Yesus berada Bait Allah (Luk 2:21-25; Yoh 

7:14-49; 10:22,23). Tetapi tidak dicatat bahwa Yesus mempersembahkan 

kurban binatang atau menyetujui system kurban. Menurut Lukas, Yesus 

secara regular mengunjungi synagoge pada hari Sabat (Luk 4:16). Yesus 

juga menghadiri perayaan hari raya Israel (Yoh 7:2; 10:22). Detail dari 

Yesus merayakan paskah sebelum perjamuan akhir membuktikan 

pengetahuan dan penghargaan Yesus terhadap hari raya besar Israel (Mat 

26:1-30; Mrk 14:1-26; Luk 22:1-23; Yoh 13:1-30).

11

Kedua, Yesus memandang institusi ibadah dalam PL menunjuk 

kepada diri-Nya.12 Contoh; pembersihan Bait Allah harus dilakukan 

bersama dengan pandangan tentang berakhirnya tempat untuk pengurbanan. 

Jadi makna sesungguhnya dari tindakan Yesus yaitu  untuk menyatakan 

bahwa ritual tradisional kurban yaitu  tidak cukup atau tidak mungkin. 

Dengan menghentikan system pengurbanan binatang, Yesus menunjuk diri-

Nya sebagai penggenapan kurban yang sempurna.13 Dengan kata lain, 

Yesus yaitu  anak domba yang sempurna, dan yaitu  kurban yang 

sempurna.

Ketiga, Yesus berhak menginterpretasi tradisi ibadah Yahudi.14

Contoh; konfrontasi Yesus dan orang Farisi tentang hari Sabat. “Lalu kata 

Yesus kepada mereka: Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan 

manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia yaitu  juga Tuhan atas hari 

Sabat” (Mrk 2:27,28). Tentang konfrontasi ini, Webber menyatakan: Jesus 

willingness to break the rulers of Sabbath carried over into His attitude 

toward the regulations that governed cleannes and uncleanness (Mrk 7:1-

23), as well as the ruler regarding fasting dan prayer (Mat 6:5-8, 16-18).15

 

Inti dari pembicaraan Yesus dengan orang Farisi di atas yaitu  proclaiming 

Himself–His lordship, His place in the kingdom, His place in the revelation 

of God in history.

16 Dalam hal ini, Yesus mempersiapkan jalan perubahan 

yang signifikan dalam ibadah bagi umat yang baru sebagai pengenapan PL 

di dalam diri-Nya.

Di dalam ibadah PL, berisi perayaan peristiwa di Sinai, sedangkan 

ibadah PB yaitu  proklamasi kisah Keluaran yang kedua, masuknya 

Kristus ke dalam dunia untuk menebus umat-Nya dari ikatan dosa.17

Kelahiran Kristus yaitu  wujud dari sejumlah penggenapan nubuatan 

dalam Perjanjian Lama. Kematian dan kebangkitan Yesus menghasilkan 

satu respons ibadah yang menekankan penghancuran kuasa dosa dan maut. 

Tema ini yaitu  fokus khotbah mula-mula dan pada perjamuan Tuhan. 

Pencurahan Roh Kudus bermanifestasi di dalam hidup manusia baru oleh 

karya Roh di dalam nama Yesus dan untuk menyembah-Nya.

Dengan demikian, isi ibadah PB yaitu  proklamasi dan respons 

terhadap karya keselamatan yang dikerjakan Kristus melalui kematian dan 

kebangkitan, serta oleh karya Roh Kudus di dalam hidup orang percaya.Mengerti elemen-elemen ibadah dalam Perjanjian Baru tidak dapat 

dipisahkan dari peristiwa Pentakosta dalam Kisah Para Rasul 2, dimana 

Gereja lahir dan dibangun, pertama-tama melalui khotbah Petrus yang 

mengakibatkan kurang lebih 3000 orang menerima firman dan memberi diri 

dibaptis (Kis 2:14-47). 

Pentakosta yaitu  moment bersejarah berdirinya Gereja. Setelah 

kematian, kebangkitan, dan kenaikkan Kristus ke Sorga, maka tahapan baru 

sejarah kekristenan dimulai. Gereja dibangun dan didirikan oleh Roh Kudus 

melalui khotbah Petrus, dimana tiga ribu orang bertobat dan menyerahkan 

diri dibaptis (Kis 2:1-40).

Orang-orang yang telah menerima firman yang dikhotbahkan Petrus 

memberi diri dibaptis (Kis 2:41). Mereka bertekun dalam pengajaran para 

Rasul dan dalam persekutuan. Mereka selalu berkumpul untuk 

memecahkan roti dan berdoa (Kis 2:42). Inilah situasi ibadah Gereja 

pertama. Webber mengomentari teks ini dengan menyatakan: some scholar 

have argued for a twofold sequence of Word and sacrament.

18 Hal ini 

menyatakan bahwa ibadah pada Gereja mula-mula berakar pada pengajaran 

firman Tuhan dan sakramen.

Yesus Kristus yaitu  kegenapan ibadah PL. Maka setelah pelayanan 

Yesus di dunia ini, pelayanan-Nya dilanjutkan oleh para murid, dan 

kemudian oleh Gereja sebagai tubuh Kristus. Itulah sebabnya isi ibadah 

pada Gereja mula-mula yaitu  merupakan respons orang percaya terhadap 

karya Kristus, yang datang ke dalam dunia untuk membebaskan dan 

menyelamatkan manusia dari ikatan kuasa dosa. Berdasarkan penelitian 

tentang ibadah di dalam seluruh PB, Segler menuliskan sepuluh elemen 

ibadah sebagai berikut:

(1)Musik memiliki tempat sentral di dalam ekspresi pujian Kristen. 

Mereka menyanyikan mazmur dan puji-pujian serta lagu-lagu rohani 

dari hati mereka kepada Tuhan (Ef 5:18-20; Kol 3:16; 1Kor 14:15); 

(2) Pembacaan Kitab Suci yaitu  element penting dalam ibadah 

Kristen mula-mula. Yesus berdiri di Synagoge, membaca kitab suci 

(Kol 4:16; 1Tes 5:27; 1Tim 4:13) dan surat-surat Paulus ditulis 

untuk dibacakan dalam Gereja-gereja. Tidak diragukan lagi bahwa 

pembacaan kitab suci menjadi bagian dari perintah umum dalam 

ibadah; (3) Doa yang telah terbukti kuasanya pada ibadah Kristenmula-mula. Kisah Para Rasul 2:42,19 menceriterakan bagaimana 

keadaan jemaat mula-mula. Doa ucapan syukur, permintaan, syafaat; 

(4) Jemaat berkata “Amin.” Amin yaitu  kata yang biasa digunakan 

jemaat dalam ibadah untuk mengekspresikan persetujuan kepada apa 

yang dikatakan oleh pemimpin (1Kor 14:16); 5) Khotbah atau 

Eksposisi kitab Suci yaitu  bagian dari ibadah Kristen mula-mula. 

(6) Nasehat yaitu  esensi ibadah. Penulis kitab Ibrani merasa 

nasehat penting bagi orang Kristen untuk ”saling mendorong dalam 

kasih dan dalam pekerjaan baik” (Ibr 10:24); (7) Orang Kristen 

memberi persembahan dalam ibadah umum (1Kor 16:2; 2Kor 9:6-7, 

10-13; 2Kor 8:2-8); (8) Ibadah Perjanjian Baru dipenuhi dengan 

doxology atau puji-pujian (Ef 1:3); (9) Pengakuan yang terbuka 

telah menjadi hal praktis dalam ibadah Kristen mula-mula. Ada 

pengakuan dosa di depan umum dan di hadapan saksi-saksi (1Tim 

6:12; Rm 10:9; Yak 5:16); (10) Ibadah Kristen juga meliputi 

sakramen baptisan dan perjamuan kudus. Yesus memerintahkan 

umat-Nya untuk membaptis dan mengadakan perjamuan kudus.20

Basden dalam The Worship Maze, tentang elemen ibadah dalam 

Perjanjian Baru menuliskan bahwa: The first disciples worshiped by means 

of prayer (Acts 2:42), singing (Col 3:16), Scripture reading, preaching and 

teaching (1Tim 4:13), making offerings (1Cor 16:2), and celebrating the 

Lord’s Supper (1Cor 11:17-34).21 Dengan demikian, elemen penting dalam 

ibadah PB seperti dipaparkan Basden yaitu  lima elemen; Doa, Nyanyian, 

Khotbah, Persembahan dan Perjamuan Kudus.

TUJUAN IBADAH

Tujuan ibadah PB yaitu  memuliakan Allah Bapa yang menyatakan 

diri di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus anak domba Allah, yang 

yaitu  kurban yang sempurna, tetapi juga yang yaitu  imam agung dari

perjanjian yang baru. Yesus Kristus yaitu  sentral dalam ibadah PB. Tidak 

ada hal lain yang memotivasi orang Kristen mula-mula ketika mereka 

berkumpul dan beribadah, hanya nama Yesus.22 Hal ini nampak dalam 

pengucapan nama Yesus dalam doa, nyanyian yang meninggikan dan 

memuliakan karya Kristus, dan dalam khotbah serta pengajaran. 

IBADAH DALAM KITAB WAHYU

Prinsip-prinsip teologis yang mendasar tentang ibadah telah 

dinyatakan di dalam kitab Wahyu sebagai kitab terakhir dari Alkitab. Untuk 

itu perlu dicermati bagaimana ibadah di dalam kitab Wahyu.

Wahyu kepada Yohanes yaitu  kitab penting tentang ibadah dalam 

Perjanjian Baru. Disusun dalam bentuk drama yang agung tentang 

kemenangan Kristus, hal ini dimulai dengan surat-surat yang dialamatkan 

kepada tujuh jemaat di tujuh kota di Asia Kecil dan diakhiri dengan 

penglihatan tentang Yerusalem baru dimana Allah tinggal di tengah umat￾Nya (21:3), dalam menggenapi formulasi ringkas para nabi Israel tentang 

perjanjian, “Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi 

umat-Ku” (Yer 31:33).23 Tentang ibadah dalam kitab Wahyu, Peterson 

menuliskan bahwa,

A major theme of this book is the distinction between true worship 

and idolatry. John devides humanity into two categories, the 

worshippers of the dragon and the beast and the worshippers of God 

and the Lamb. The contrast between the two groups of worshippers 

reaches its climax in two visions at the end of the book.24

Untuk memahami penjelasan lebih lanjut, penulis akan memaparkan 

dasar teologi ibadah.Allah yaitu  sumber segala wahyu, wahyu Kristus juga yaitu  apa 

yang dikaruniakan Allah (1:1). Sedangkan Firman (logos) yaitu  milik 

Allah, maka disebut Firman Allah (1:2,9). Firman Allah sudah ada sejak 

semula, maka Firman itu yaitu  Allah (bnd. Yoh 1:1,2).

Allah yaitu  yang dahulu ada, sekarang ada, dan yang akan datang 

(1:4). Di dalam kurun waktu, Ia yaitu  yang pernah ada, sekarang ada; 

dalam konteks lintas waktu, Ia yaitu  yang akan ada selama-lamanya. Oleh 

karena sifat, kehendak, kuasa, hikmat, kekuatan, otoritas-Nya selama￾lamanya sama, maka Allah itu kekal adanya.

Allah yaitu  pencipta segala sesuatu (3:14; 4:11). Segala sesuatu 

diciptakan berdasarkan kehendak Allah (4:11). Allah menciptakan langit 

dan segala yang ada di langit; bumi dan segala yang ada di dalamnya, laut 

dan segala yang ada di dalamnya (10:6). Dia yang menciptakan langit dan 

bumi, laut dan segala sumber air itu patut menyembah-Nya (14:7). 

Allah duduk di takhta (1:4; 4:3-11; 5:1-14; 7:9-17; 8:3; 12:5; 14:3; 

16:17; 19:4, 11, 12; 21:3,5; 22:1,3). Hal ini menyatakan pengontrolan, 

kuasa serta wibawa-Nya. Di sekeliling takhta ada 4 makluk hidup, 24 tua￾tua, serta orang percaya yang tak terbilang banyaknya, juga disertai dengan 

perhiasan yang indah. Semua ini bersifat rohani dan non material. Takhta￾Nya sudah ada sejak semula dan berada untuk selama-lamanya. Dalam 

rencana Allah yang kekal, Ia ingin agar orang percaya umat tebusan-Nya 

menjadi warga kerajaan-Nya dan imamat-Nya (1:6; 20:6). Untuk menjadi 

warga kerajaan-Nya harus mengalami tebusan darah Kristus (1:5). Allah 

yaitu  Mahakuasa (1:8; 11:17) menunjukkan kuasa dan kekuatan 

kesempurnaan-Nya. Allah Mahatahu, tidak ada sesuatupun di luar 

pengetahuan-Nya; “Aku tahu perbuatanmu” (3:1).

Allah yaitu  hakim. Ia melaksanakan penghakiman pada waktunya 

(14:7). Ia adil (16:5,7); Ia mengadili seturut dengan perilaku manusia 

(20:12,13). Menurut Wongso,

Jika ditinjau dari seluruh kitab Wahyu, maka pasal 2 dan 3 yaitu  

penghakiman atas para pemimpin jemaat; enam malapetaka dalam 

pasal 6, enam sangkakala dalam pasal 8,9,11; tujuh malapetaka 

dalam pasal 15,16 ditujukan kepada orang non-percaya di sepanjang 

abad, serta penghakiman atas para penganiaya jemaat; Wahyu 17:18 

yaitu  penghakiman atas Babel, pezinah, penyembah berhala serta 

usaha dagang ilegal dan ekonomi memegang peranan paling penting;

penghakiman atas Setan (20:1-3,7,10); penghakiman ata segenap 

umat manusia di dunia (20:11-15).25

Itulah sebabnya otoritas Allah nampak dengan jelas dalam 

ungkapan, “Segera aku dikuasai oleh Roh dan lihatlah, sebuah takhta terdiri 

di sorga, dan di takhta itu duduk Seorang Dan keempat makhluk itu 

masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya 

penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru 

siang dan malam: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, 

yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang” (4:2,8). Menurut 

Scheunemann, istilah takhta menyatakan: Allah memerintah.26 Mounce 

menulis bahwa: The first thing that John sees in heaven is a throne. This 

symbol occurs more than forty times in Revelation. It symbolizes the 

absolute sovereignty of God.

27 Istilah Takhta Allah sering digunakan dalam 

literatur Yahudi, seperti; “Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat 

Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah￾Nya memenuhi Bait Suci” (Yes 6:1) dan di dalam Mazmur 47:8; “Allah 

memerintah sebagai raja atas bangsa-bangsa, Allah bersemayam di atas 

takhta-Nya yang kudus.” Dengan demikian Allah dalam konteks kitab

Wahyu yaitu  pusat ibadah. Dengan kata lain, dasar Ibadah dalam kitab 

Wahyu yaitu  pada Allah yang duduk di takhta. Dia yang duduk di takhta 

yaitu  Dia yang mencipta dunia dan segala isinya. Dia yang menyatakan 

diri-Nya kepada manusia, baik melalui Firman yang menjadi manusia, 

maupun Firman yang tertulis. Dia yang menebus manusia dari ikatan kuasa 

dosa. Hanya kepada Dia, segala puji, hormat dan kuasa serta kemuliaan, 

dari sekarang sampai selama-lamanya. 

Yesus Kristus

Selain Allah yang duduk di atas takhta, dalam kitab Wahyu Anak 

Domba yang menunjuk kepada Kristus juga yaitu  pusat ibadah. Mengapa? Mounce menjelaskan bahwa: The Lamb of Revelation is the 'Lord of lords, 

and the King of kings' who wages a victorious warfare against the beast 

and his confederates (17:12-14) and before whose wrath the men of earth 

call upon the rocks and mountains to fall on them (6:15-17).28

Anak Domba disembah karena Dia yaitu  Tuhan atas segala tuhan 

dan Raja atas segala raja. Searah dengan pernyataan di atas, Scheunemann 

menuliskan bahwa,

Di tengah-tengah penglihatan Yohanes tentang takhta Allah 

muncullah sebagai puncak penglihatan Anak Domba Allah antara 

takhta Allah dan empat zat hidup dan duapuluh empat tua-tua (5:6). 

Namun sekarang Anak Domba Allah mempunyai wujud yang baru. 

Kata yang dipakai Yohanes, ialah ”anak domba kecil yang ditandai 

luka kematian” (Yun. arnion).29

Dengan demikian yang dimaksudkan dengan Anak Domba Allah 

yaitu  Yesus Kristus. Istilah Anak Domba Allah dipakai untuk menunjuk 

kepada penggenapan perjanjian30 yang Allah telah berikan kepada Adam 

dan Hawa setelah mereka jatuh ke dalam dosa. Dan kemudian diberikan 

kepada Abraham31 serta keturunannya. Jadi dasar teologi ibadah dalam 

kitab Wahyu yaitu  penggenapan perjanjian Allah kepada manusia di 

dalam diri Tuhan Yesus Kristus.

Roh Kudus

Karya Roh Kudus dalam konteks kitab Wahyu lebih banyak 

menyatakan penggenapan dari janji Tuhan Yesus tentang penolong yang 

lain,

32 yang akan datang dan yang menginsyafkan manusia.

Tujuh Roh dalam kitab Wahyu dipakai sebanyak empat kali (1:4; 

3:1; 4:5; 5:6).33 Roh Kudus disebut tujuh Roh, untuk menyatakan 

kesetaraan Roh Kudus dengan Kristus dan Allah Bapa. Dalam kitab 

Wahyu, empat kali mencatat Yohanes digerakkan Roh Kudus (1:10; 4:2; 

17:3; 22:6). Dan empat kali gerakkan Roh Kudus membuat Yohanes 

mendengar, melihat fakta rohani.34 Hal ini berarti tanpa Roh Kudus 

Yohanes tidak dapat melihat dan mengalami penglihatan yang dahsyat itu. 

Dengan kata lain Roh Kudus yaitu  dinamisator ibadah dalam kitab 

Wahyu.

Penulis menyimpulkan bahwa dasar teologi ibadah dalam kitab 

Wahyu yaitu  ibadah Trinitarian. Allah Bapa dengan takhta-Nya yaitu  

center ibadah kitab Wahyu. Yesus Kristus yaitu  kegenapan ibadah 

Perjanjian Lama. Roh Kudus yaitu  dinamisator ibadah dalam kitab 

Wahyu. Lumintang menuliskan bahwa “Ibadah Kristen yaitu  ibadah 

kepada Allah Bapa di dalam dan melalui Tuhan Yesus oleh Roh Kudus.”35

KARAKTERISTIK IBADAH KITAB WAHYU

Adapun karakteristik ibadah dalam kitab Wahyu, antara lain: 

trinitarian, theocentric, redeemptif, theistik, covenental, dan transformatif.

Trinitarian

Kitab Wahyu dimulai dengan salam dari Tiga Pribadi dalam Trinitas 

(1:5b,6); “... Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita 

dari dosa kita oleh darah-Nya, dan yang telah membuat kita menjadi suatu

kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, bagi Dialah 

kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin. 

Doxology (1:4-8) ini berkembang secara signifikan sebagai formula 

dasar yang dapat ditemukan dalam surat-surat kiriman. Karya penebusan 

Kristus yaitu  penting dalam doxology. Perhatikanlah bahwa sekalipun 

Tiga Pribadi dari Trinitas disebut, dalam doxology ini diarahkan langsung 

secara jelas kepada Kristus. Dalam posisi-Nya sebagai raja, dan oleh 

kebajikan dalam karya penebusan yang sempurna, Kristus membuat umat￾Nya menjadi imamat yang rajani (bnd. 1Ptr 2:9). Umat Tuhan yang 

berkumpul di Gereja dan di Sorga (7:9-15) yaitu  penggenapan dari 

perjanjian yang dibuat untuk Israel di Sinai; “Kamu akan menjadi bagi-Ku 

kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus 

kaukatakan kepada orang Israel” (Kel 19:6; bnd. 1Ptr 2:9). Konteks 

menyatakan bahwa doxology ini lebih merefleksikan PL dan secara 

sederhana mengindikasikan penggenapan perjanjian Sinai. Kemudian 

diikuti dengan doxology pengumuman bahwa Kristus datang di awan￾awan. Hal ini menyatakan satu kiasan yang kuat kepada seorang seperti 

anak manusia dalam Daniel 7:13.

Dalam pasal 4:1-5:14, doxology diarahkan kepada seorang yang 

duduk di atas takhta dan anak domba (4:9,11; 5:12,13). Ini yaitu  salah 

satu dari sekian banyak liturgi yang kaya dari seluruh kitab. Memuat tidak 

lebih dari lima lagu pujian yang dikumandangkan keluar dari lingkaran 

takhta itu. Dengan kata lain, kalau dicermati, pasal 4-5 memberi alasan 

mengapa Allah (Bapa) dan Kristus (Anak) layak disembah: Allah 

menciptakan segala sesuatu (4:11) dan Kristus melalui kematian-Nya 

menebus manusia bagi Allah (5:9). Atau dapat dikatakan bahwa umat 

Tuhan menyembah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan 

anak domba yang telah menebus mereka di pihak yang lain, maka 

penyembahan menjadi powerful. Ungkapan “Pada hari Tuhan aku dikuasai 

oleh Roh” (1:10) menunjuk kepada karya Roh Kudus. Itu sebabnya penulis 

menyimpulkan bahwa dalam konteks kitab Wahyu, Ibadah bersifat 

Trinitarian. Yang penulis maksudkan yaitu  dalam ibadah, jemaat 

menyembah Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Dengan kata 

lain, dalam ibadah, jemaat masuk dalam relasi dengan Allah (Bapa) 

melalui Allah (Anak) dan oleh Allah (Roh Kudus).

Theocentric

Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian theologia kitab Wahyu, 

Allah yang duduk di takhta menjadi pusat ibadah, maka sifat ibadah dalam 

konteks Wahyu bersifat Theocentric. Wahyu 4:1-11 yaitu  penglihatan 

Yohanes yang kedua. Penglihatan yang kedua ini terfokus pada Takhta (ay 

2-3). Muncul 3 kali dalam ayat 2 dan 3, dan muncul 13 kali dalam seluruh 

pasal ini. Takhta merupakan simbol; “Otoritas Tertinggi, Kekuasaan yang 

Maha Agung, Kedaulatan yang mutlak.” Jadi, kedaulatan Allah merupakan 

sentral dalam penglihatan Yohanes. Sentralitas dari penglihatan ini, 

bukanlah mengenai Sorga, melainkan mengenai pusat dari Sorga ialah 

Takhta, mengenai Kedaulatan Allah. Tahkta atau Kedaulatan Allah, hanya 

mungkin dimengerti oleh orang percaya yang dikuasai oleh Roh Kudus. 

Karena hanya kepada orang yang diundang oleh Tuhan Yesus sendirilah, 

yang dikuasai oleh Roh Kudus untuk mengerti mengenai Allah yang 

berdaulat.36 Jadi, pusat ibadah kitab Wahyu yaitu  Allah, yaitu Allah yang 

sedang bekerja dan memerintah dunia ini, mengontrol semua kejadian 

dalam dunia, sehingga tidak satu peristiwa yang luput dari kedaulatan-Nya.

Sentralitas Takhta yang dilihat Yohanes, terletak pada Dia Yang 

Duduk Di Atas Takhta, yaitu Dia yang berdaulat. Siapakah Dia yang duduk 

di atas Takhta itu? Yohanes tidak bisa mengidentifikasikan dengan jelas. 

Karena itu, Yohanes hanya mampu melukiskan “Dia yang duduk di Takhta 

itu” dengan menggunakan istilah bagaikan. Bahasa manusia tidak mampu 

menampung bahasa Sorga. Penglihatan manusia tidak mampu 

membahasakan apa yang dilihatnya tentang Allah.37

Redeemptif

Sifat ini menunjuk pada karya penebusan Kristus. Istilah Anak 

Domba dalam kitab Wahyu menunjuk kepada Yesus. Hal ini dapat 

ditemukan dalam kitab Wahyu bahwa Ia hampir selalu diperkenalkan 

dengan nama pribadi Yesus (1:9; 12:17) daripada Kristus (11:15).38 Nama 

Yesus menunjuk kepada karya keselamatan yang dikerjakan-Nya. Dalam pasal 5, penyembahan ke-24 tua-tua diarahkan kepada Anak Domba karena 

karya penebusan-Nya.39

Kristus menerima penyataan Allah, yang kemudian Ia lanjutkan 

kepada Yohanes (1:1); Ia yaitu  Anak Domba yang disembelih dan dengan 

darah-Nya ia telah menebus orang kudus bagi Allah (5:6,9); dan sebagai 

Anak Domba, Ia akan menyambut mempelainya, itulah Gereja, ke dalam 

pesta perkawinan (19:7-9; 21:9). Yohanes mengajarkan bahwa Kristus 

yaitu  agen Allah dalam penciptaan, penebusan dan penyempurna.40

Dengan demikian, karakteristik ibadah dalam kitab Wahyu ialah 

Redemptif, sebagaimana ditunjukan dalam penyembahan kepada Anak 

Domba Allah dan Dia yang duduk di Takhta. Sifat redemptif ini 

berimplikasi kepada penyembah, yaitu seorang yang datang menyembah 

yaitu  seorang yang sudah mengalami karya penebusan Kristus.

Theistik

Teologi ibadah Kristen, tentu bukanlah teologi yang deistik, yaitu 

teologi yang menekankan pada penyembahan kepada Allah yang bersifat 

transenden, yang jauh di “sana” (Allah yang ada di Sorga), juga bukanlah 

teologi penyembahan yang pantheistik, yaitu teologi yang semata-mata 

menekankan pada ibadah yang imanen (Allah itu ada di mana-mana, di 

mana-mana ada Allah), melainkan teologi yang theistik, yaitu teologi yang 

mengemukakan mengenai penyembahan kepada Allah yang transenden 

sekaligus imanen.41

Pelukisan tentang Allah dalam penglihatan Yohanes menunjukkan 

betapa mulia dan tak terjangkaunya manusia berdosa untuk menghampiri 

Takhta yang suci itu. Kemuliaan Allah yang tak terhampiri itu menunjuk 

kepada sifat transcendent. Yohanes begitu takut, bahkan seperti orang mati 

(1:17), hal ini menunjukkan bahwa Yohanes sedang berhadapan dengan 

Allah yang transcendent. Tetapi ayat 17 juga menyatakan bahwa “tetapi Ia 

meletakkan tangan kanan-Nya di atasku.” Hal ini menunjukkan bahwa 

Yohanes sedang berhadapan dengan Allah yang imanent. Maka memahami sifat ibadah yang theistik ini membuat penyembah dengan rasa hormat dan 

gentar datang beribadah kepada Allah, tetapi di sisi lain ibadah Kristen 

yaitu  ibadah dengan rasa nyaman, dan dekat dengan Allah yang imanen.

Covenental

Wahyu kepada Yohanes yaitu  satu dokumen perjanjian. Janice E. 

Leonard dalam Covenant Worship in The New Testament menuliskan 

bahwa: The proliferation of sevens is a clue to the book’s covenant content, 

a reminder of the taking of a covenant oath, which in Hebrew is literally 

“to seven oneself.

42 Kitab Wahyu yaitu  juga merupakan sebuah lukisan 

tentang ibadah perjanjian sebagai respons manusia baru kepada Allah yang 

telah membebaskan mereka.

Yohanes juga memberikan satu pola Gereja mengikuti deskripsi 24 

tua-tua yang tersungkur di hadapan Anak Domba. “Lalu aku mendengar 

seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan 

seperti deru guruh yang hebat, katanya: Haleluya! Karena Tuhan, Allah 

kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan 

bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba 

telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia” (19:6,7). Di dalam ibadah 

Gereja, “Kota suci, Yerusalem baru,” perjanjian itu mendapat 

penggenapannya: Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu 

berkata: Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan 

diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia 

akan menjadi Allah mereka” (21:3).

Dengan demikian, sifat ibadah covenental menuntut penyembah 

untuk mengalami rekonsiliasi yang yaitu  merupakan pintu masuk kepada 

ibadah. Karena perjanjian Allah digenapi di dalam diri Tuhan Yesus, maka 

penyembah terlebih dahulu harus mengalami rekonsiliasi. Rekonsiliasi ini 

terjadi di kayu salib. Itu berarti, dengan menerima Kristus sebagai Tuhan 

dan Juruselamat, seseorang memperoleh pintu masuk ke dalam ibadah.

Transformatif

 Sifat ibadah yang transformatif ini dapat dicermati dalam kitab 

Wahyu, khususnya pada saat berhadapan dengan Takhta Allah. “Ketika 

aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang 

yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: 

'Jangan takut! Aku yaitu  Yang Awal dan Yang Akhir (1:17).” Maka 

tersungkurlah ke-24 tua-tua itu di hadapan Dia yang duduk di atas takhta 

itu, dan mereka menyembah Dia yang hidup sampai selama-lamanya. Dan 

mereka melemparkan mahkotanya di hadapan takhta itu, sambil berkata: 

“Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat 

dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena 

kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan” (4:10).

Transformasi terjadi ketika Yohanes berhadapan atau melihat Yesus 

dalam kemuliaan-Nya. Menyadari ketidaklayakan di hadapan Dia yang 

layak menerima segala hormat dan pujian, serta kemuliaan,43 yaitu  

transformasi pikiran.

Transformasi berikut yaitu  sikap 24 tua-tua yang tersungkur di 

hadapan Dia yang duduk di atas Takhta, serta tindakan melemparkan 

mahkota, juga menyatakan ketidaklayakan, di hadapan Dia yang layak 

menerima penyembahan umatnya. Kistemaker menuliskan tentang sikap 24 

tua-tua demikian: they had recieved these crowns from God for being 

overcomes, but they respectfully return them to God to assign to him all 

glory and honor.

44

Dengan demikian, orang yang beribadah harus menunjukkan 

transformasi baik pikiran, maupun sikap hidup. Transformasi ini tentu 

karena karya Roh Kudus yang mengaplikasikan karya penebusan Kristus 

bagi kita.

KONTRIBUSI BAGI IBADAH MASA KINI


Kontribusi kepada Gereja-gereja masa kini. Ibadah Kristen yang 

memadai perlu memperhatikan beberapa prinsip ibadah di bawah ini.

1. Ibadah Kristen harus Biblikal. Bersumber dari firman Tuhan dan bukan 

pengalaman atau perasaan atau emosi belaka.

2. Ibadah Kristen harus bersifat dialog. Dalam ibadah, Allah berbicara 

dan mendengar. Dengan kuasa Roh Kudus, Allah menantang kita, 

menghibur kita, dan membangunkan kita. Dan oleh Roh Kudus, kita 

mendengar dan memberi respons dengan pujian, pengakuan, kesaksian 

dan dedikasi.

3. Ibadah Kristen bersifat covenental. Dalam ibadah, kebaikan Allah dan 

perjanjian yang baru dengan kita di dalam Kristus dibaharui, 

diteguhkan dan dimateraikan. Hubungan kita dengan Allah bukan 

didasarkan pada kontrak, tetapi pada perjanjian.

4. Ibadah Kristen harus Trinitarian. Dalam ibadah kita arahkan segala 

hormat, pujian dan kemuliaan hanya kepada Allah Trinitas, Bapa, 

Anak dan Roh Kudus. Allah yaitu  yang dengan anugerah-Nya 

mengundang kita beribadah dan kemudian Ia mendengar bahkan 

melihat respons kita.

5. Ibadah Kristen harus communal. Injil Yesus Kristus menarik kita 

masuk dalam kehidupan bersama dengan orang lain.

PENUTUP: KESIMPULAN 

Ibadah dalam Perjanjian Baru yaitu  penggenapan perjanjian Allah 

kepada manusia, bahwa akhirnya semua orang akan berhadapan dengan 

takhta Allah yang kudus, dan Anak Domba. Semua bangsa akan bertekuk 

lutut di hadapan Anak Domba yang menghapus dosa isi dunia. Dengan kata 

lain, Allah Tritunggal yaitu  arah dan alamat pujian dan penyembahan 

orang percaya. Allah Bapa disembah di dalam nama Allah Anak yaitu 

Yesus Kristus dan dikerjakan oleh Allah Roh Kudus sebagai dinamisator 

ibadah. Ibadah kitab Wahyu yaitu  ibadah kepada Tuhan, Allah Bapa, 

Pencipta alam semesta (Why 4:10-11). Yesus Kristus, Anak Allah, Penebus 

dan Anak Domba Allah (Why 1:5,6; 5:11-14; 7:9-10). Roh Kudus, ialah 

tujuh Roh yang ada di hadapan takhta-Nya (Why.1:4). Ibadah dalam kitab 

Wahyu yaitu  Trinitarian. Bukan kepada; Iblis, “seluruh dunia menyembah 

naga itu” (13:3); anti Kristus, “iblis memberi kekuasaan kepada binatang itu

dan mereka menyembah dia” (13:4); kepada nabi anti-Kristus, “ia 

menyebabkan seluruh bumi menyembah binatang pertama” (13:11-12). 

Allah Tritunggal yaitu  pusat ibadah Perjanjian Baru sebagaimana 

dinyatakan dalam kitab Wahyu.

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN 

PENUNJANG PERTUMBUHAN GEREJA

MORRIS P. TAKALIUANG

PENDAHULUAN

Prinsip yang fundamental bagi semua kehidupan yaitu  bahwa 

organisme hidup itu tumbuh. Pertumbuhan itu alamiah, sebagai pernyataan 

kehidupan yang spontan. Satu-satunya cara yang menghentikan 

pertumbuhan yaitu  penyakit atau kematian. Demikian pula dengan Gereja 

Kristus. Ron Jenson dan Jim Stevens menilai, bahwa Gereja berdenyut 

seiring kehidupan Kristus, maka kita berharap Gereja bertumbuh, kecuali 

pertumbuhannya dihambat oleh penyakit.1

Pembahasan tentang pertumbuhan Gereja dan analisis dinamikanya 

di balik cara bagaimana Gereja bertumbuh telah menerima daya dorong 

melalui pekerjaan Donald McGravan dan koleganya di Fuller Theological

Seminary School of World Mission. Studi mereka telah mendorong minat 

dalam pertumbuhan Gereja dan menstimulir penulis dalam presentasi 

tulisan ini. 

Bagian pertama penulis memaparkan pengertian Alkitab mengenai 

pertumbuhan Gereja. Bagian kedua memaparkan tentang faktor-faktor 

penghambat dan penunjang pertumbuhan Gereja. Sedangkan bagian ketiga 

menjabarkan strategi pertumbuhan Gereja. Dan ditutup dengan kesimpulan 

dan rekomendasi.

PENGERTIAN PERTUMBUHAN GEREJA

Suatu pengertian yang tepat dan baik tentang pertumbuhan Gereja 

sangat diperlukan dalam usaha memahami esensi dan eksistensi dari 

gerakan pertumbuhan Gereja. Esensi maksudnya yaitu  perlunya konsep 

teologis tentang pertumbuhan Gereja, dan eksistensi maksudnya yaitu  

hadirnya gerakan pertumbuhan Gereja terkait dengan beberapa faktor yang 

turut mendukung maupun menghambatnya.

Pakar pertumbuhan Gereja, Peter Wagner merumuskan 

pertumbuhan Gereja sebagai: segala sesuatu yang mencakup soal membawa 

orang-orang yang tak memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus ke 

dalam persekutuan dengan Dia dan membawa menjadi anggota Gereja yang 

bertanggung jawab.2 Bagi Wagner, penginjilan dan pemuridan merupakan 

proses yang menghasilkan pertumbuhan kuantitatif dan kualitatif yang 

berjalan secara simultan dan dalam keseimbangan yang baik. Sedangkan 

menurut Dr. Peter Wongso, pertumbuhan Gereja yaitu  sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan pertumbuhan Gereja ialah perkembangan 

dan perluasan Tubuh Kristus, baik dalam kualitas maupun kuantitas, 

dalam bentuk yang tampak. Alkitab mencacat, “Gereja yaitu  Tubuh 

Kristus” (Ef 1:23; 4:12-16; Kol 1:24). Tiap-tiap hari Tuhan 

menambahkan jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan (Kis 

2:47). Jelaslah ayat-ayat ini menerangkan bahwa orang yang 

diselamatkan (kualitas yang tak tampak), tiap-tiap hari Tuhan 

menambahkan jumlah mereka (kuantitas yang tampak). Ini yaitu  

makna pertumbuhan Gereja. Ide pertumbuhan Gereja bukan berasal

dari pikiran manusia, melainkan dari kehendak Allah sendiri. 

Tatkala Allah menciptakan manusia, Ia memberkati mereka agar 

mereka berkembang biak memenuhi bumi (Kej 1:27-28). Tuhan 

Yesus juga memerintahkan murid-murid-Nya, pergilah ke ujung 

bumi memberitakan Injil kepada segenap bangsa, yang percaya dan 

dibaptis pasti diselamatkan (Mrk 16:15-16). Maka ide pertumbuhan 

Gereja bukanlah berasal dari filsafat barat, melainkan kehendak 

Allah semula. Pertumbuhan Gereja yaitu  suatu masalah yang 

mendesak, karena Allah tidak menghendaki manusia binasa, 

melainkan menghendaki semua diselamatkan, percaya bahwa Tuhan 

Yesus yaitu  Juruselamat pribadi dan beroleh hidup yang kekal 

(Yoh 3:16; 2Ptr 3:9).3

Selanjutnya Peter Wongso dalam bukunya Tugas Gereja dan Misi 

Masa Kini menuliskan sebagai berikut:

Bila kita ingin Gereja bertumbuh dengan sesungguhnya, kebenaran 

pertumbuhan Gereja harus dijadikan suatu konsep dan pandangan 

yang amat kuat dalam hati setiap umat Kristen... Jika konsep dan 

pandangan setiap orang Kristen terhadap hal ini makin kuat, maka 

pertumbuhan Gereja pasti akan maju dengan pesat... jika Gereja mau 

mempertahankan eksistensinya, harus terus berkembang dan 

bertumbuh. Gereja yang tak bertumbuh yaitu  Gereja yang tak 

mungkin mempertahankan eksistensinya.4

Sedangkan Pdt. Dr. I Wayan Mastra, berdasarkan Lukas 2:40 dan 

Lukas 2:52 menulis sebagai berikut:

Jika Gereja yaitu  Tubuh Kristus, maka dalam berbicara mengenai 

pertumbuhan Gereja kita tak boleh melalaikan empat unsur 

pertumbuhan Gereja. Pertama, Gereja harus makin bertumbuh 

dalam hikmat atau kebijaksanaannya secara intelektual dan 

akademis. Jadi, Gereja harus makin dicerdaskan. Kedua, Gereja 

harus bertumbuh besar dan makin kuat jasmaninya, fisiknya, 

materialnya atau ekonominya. Ketiga, Gereja harus makin dikasihi 

Allah. Jadi makin bertumbuh kehidupan rohaninya. Keempat, Gereja

makin dikasihi manusia artinya makin banyak orang percaya dan 

melekatkan diri kepada-Nya.5

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Gereja yang bertumbuh yaitu  

Gereja yang diperkuat kecerdasannya, jasmaninya, kerohaniannya dan 

kehidupan sosialnya, sehingga ia makin disukai oleh Allah dan manusia. 

Dalam pertumbuhan Gereja yang utuh dan menyeluruh, maka ketiga aspek 

kebutuhan manusia, yaitu: kebutuhan kepala, hati dan perut harus dipenuhi 

agar tubuh itu dapat tumbuh seimbang dan selaras.

Pertumbuhan yang berimbang itu amat penting artinya, agar Gereja 

dapat menjalankan tugas dan panggilannya dengan baik. Kalau seseorang 

makin kuat jasmani, kebijaksanaan dan kerohaniannya, maka secara 

otomatis akan dihargai dalam masyarakat. Memutuskan bahwa Allah tidak 

menghendaki Gereja-Nya bertumbuh berarti kita telah memutuskan untuk 

mati. Tidak ada pilihan lain, karena makhluk hidup seharusnya bertumbuh, 

demikian pula Gereja harus bertumbuh karena Gereja itu hidup. 

Karena itu, jika kita telah percaya kepada Imamat am orang 

percaya, maka setiap anggota Gereja harus mampu dalam doa, daya dan 

dana, melaksanakan tugas dan panggilannya. Kenyataan ini juga terdapat 

dalam diri rasul Paulus. Dia mengembangkan teologinya dan sekaligus 

penyerahan diri secara total kepada Allah dan pada saat yang bersamaan, 

dia berusaha sendiri dengan cara membuat dan menjual tenda untuk 

membiayai usaha-usaha pekabaran Injilnya. Gereja dapat berbuat demikian 

jika memperhatikan ketiga aspek kebutuhan anggota Gereja, yaitu: kepala, 

hati, dan perut dalam memikirkan pertumbuhan Gereja. Artinya, Gereja 

harus bisa menjadi subjek dan bukan hanya objek. Gereja harus menjadi 

berkat dalam arti mampu memberi, karena lebih baik memberi daripada 

menerima (Kis 20:35).

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PERTUMBUHAN GEREJA

Faktor penghambat pertumbuhan Gereja dapat dilihat dari lima 

sudut, yakni: kesalahan pemahaman teologi, kesalahan pemahaman hakikat 

arti misi, sosial kultural, trauma sejarah, dan agama tertentu.

Faktor Kesalahan Pemahaman Teologi

Pada tahun 1960-an, banyak orang mempersoalkan apakah Gereja 

seharusnya bertumbuh? Ada keragu-raguan yang datang dari beberapa 

orang tentang apakah Gereja dapat bermanfaat bagi masyarakat secara 

keseluruhan. Di dalam lingkungan tertentu untuk beberapa saat lamanya 

orang biasa menyampaikan bahwa kita sekarang hidup dalam suatu zaman 

sesudah Kristen (post christianity). Lembaga Gereja dianggap sudah 

ketinggalan zaman. Beberapa pengaruh dari konsep ini, masih tertinggal 

seperti suatu batuk kecil sesudah pilek yang berat.

Di kalangan tertentu, ada anggapan populer yang menyatakan 

bahwa Tuhan Yesus Kristus tidak tertarik pada perkembangan Gereja. 

Mereka beranggapan bahwa Yesus menganut filsafat kecil itu indah. Yesus 

dianggap tidak mengutamakan kesuksesan, melainkan mengutamakan 

kesetiaan. Misi penderitaan-Nya dinyatakan di atas kayu salib. Yesus 

dipandang lain oleh masyarakat pada zaman-Nya. Yesus hanya memanggil 

beberapa orang untuk mengikuti-Nya, Yesus lebih mengutamakan kualitas 

bukan kuantitas.

Orang-orang yang memandang Yesus dan pelayanan-Nya seperti ini 

seringkali menolak ajaran tentang perkembangan Gereja. Bagi 

mereka, antusiasme dan optimisme yang terdapat pada gerakan 

pertumbuhan Gereja tampak sebagai suatu sikap kebanggaan yang 

berlebih-lebihan akan keberhasilan yang tak sepadan dengan Roh 

Kristus. Bahkan ada yang menganggapnya serupa dengan sikap 

mengagung-agungkan angka dan jumlah ini, dengan mudah dapat 

menjadi sesuatu yang buruk dan berpusat pada diri sendiri.6

Timbul pertanyaan, benarkah Yesus memandang pelayanan dan 

misi-Nya seperti demikian? Setelah tiga tahun melayani murid-murid-Nya, 

Yesus sedang mendekati saat-saat terakhir dalam pelayanan-Nya di dalam 

dunia ini. Ia akan ditangkap, diadili, difitnah, diludahi, dihina, pakaian-Nya 

dilucuti, diejek dan disalibkan di antara dua orang penyamun. Penduduk 

kota Yerusalem yang dikasihi dan ditangisi-Nya justru memarahi Dia dan

menghendaki penyaliban-Nya. Lebih dari itu, Ia ditinggalkan oleh murid￾murid-Nya yang terdekat, orang yang disiapkan-Nya untuk melanjutkan 

pelayanan-Nya dikemudian hari, jika Ia pergi.

Pada saat-saat demikian, kebanyakan orang akan merasa tidak 

mempunyai harapan lagi, tetapi lain bagi Yesus, Dia tetap optimis. Bagi￾Nya peristiwa-peristiwa yang dilayani-Nya tak akan berakhir dalam 

kekalahan, tetapi dalam kemenangan. Di tengah-tengah semuanya itu Dia 

membuat pernyataan yang luar biasa, Injil Kerajaan ini akan diberitakan di 

seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah 

tiba kesudahannya (Mrk 24:14). Sedangkan pada saat itu pemberitaan Injil 

masih terbatas pada sekelompok kecil orang-orang yang terdapat di pantai 

Laut Tengah bagian Timur, yakni orang Yahudi di Galilea yang berbahasa 

Aram. Tetapi Yesus mampu memandang ke depan dan melihat pemberitaan 

Injil Kerajaan Allah akan terjadi kepada semua bangsa di bumi ini.

Faktor Kesalahan Pemahaman Hakikat Misi

Kurangnya pemahaman dan dangkalnya kesadaran orang-orang 

Kristen bahwa setiap generasi baru harus diinjili di dalam zamannya 

sendiri, dan juga adanya prinsip teologi bahwa Allah tidak mempunyai 

cucu, salah dipahami oleh Gereja, sehingga terdapat pemahaman keliru 

bahwa orangtua yang percaya secara sungguh-sungguh kepada Kristus 

dapat menyebabkan anaknya masuk ke dalam keselamatan.

Di sini dapat dipahami bahwa para orangtua yang sungguh-sungguh 

percaya Kristus dapat sangat mempengarui anak-anaknya mengenal 

Kristus, tetapi hal itu tak otomatis anak-anak tersebut langsung menerima 

keselamatan. Anak-anak itu perlu mengenal pribadi Juruselamat karena 

usaha penginjilan. Juga karena kurangnya kesadaran bahwa walaupun telah 

terdapat banyak pelayanan pengembalaan tetapi masih banyak domba￾domba yang hilang dan tersesat. Dan bahwa kehendak Allah ialah domba￾domba itu ditemukan kembali dan beroleh keselamatan (2Ptr 3:9).7

Faktor Sosio-Kultural


Selama 50 tahun terakhir ini, agama-agama di seluruh dunia 

mengalami kebangkitan. Dari pihak Gereja kenyataan ini merupakan 

tantangan dan hambatan bagi pertumbuhan Gereja. Apabila Gereja tidak 

bertumbuh, maka ketika agama lain bertumbuh, dengan sendirinya Gereja 

yang tak memiliki konsep yang Alkitabiah tentang pertumbuhan Gereja 

akan terdesak.

Pada tahun 1966, Pemerintah Indonesia mengakui ajaran Konghucu 

sebagai suatu agama dan mereka juga membaurkan diri dalam kegiatan 

masyarakat, menyusun buku-buku pelajaran dan mengajarkan ajaran etika 

Konghucu di sekolah-sekolah negeri dan swasta. Dewasa ini jumlah mereka 

telah mencapai jutaan orang di seluruh Indonesia.

Agama Budha di Asia juga ikut berkembang. Di Taiwan terdapat 

puluhan ribu kuil. Rakyat di sana kian percaya kepada tahyul dan mengasuh 

kuil Budha sehingga sudah menjadi semacam usaha baru. Banyak orang 

yang melayani di kuil-kuil itu mengumpulkan uang dari para pengunjung 

yang sembahyang di tempat tersebut dan dengan itu mengadakan 

pemugaran kuil-kuil Hindu.

Akhir-akhir ini agama Budha juga menerbitkan buku-buku, 

mendirikan sekolah-sekolah dan rumah sakit, panti asuhan yatim piatu dan 

lain sebagainya. Di samping itu, kerapkali mereka mengadakan ceramah￾ceramah yang bersifat ilmiah. Candi Borobudur beberapa kali telah dipugar 

dan di tempat tersebut diadakan upacara besar-besaran dan umat Budha dari 

berbagai negara turut hadir.

Agama Islam juga mengalami kebangkitan yang luar biasa. Di 

samping mereka mengembangkan pendidikan dasar sampai perguruan 

tinggi dan rumah sakit yang sangat banyak, juga umat Islam masa kini telah 

mempunyai paling kurang tiga partai politik besar yang berazaskan Islam 

(Partai Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang, Partai Kebangkitan 

Bangsa), tujuan akhirnya yaitu  penerapan syariat Islam dalam segala 

aspek kehidupan masyarakat. Belum lagi berkembangnya organisasi￾organisasi intelektual Islam yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan 

politik dan kemasyarakatan.

Selain agama-agama besar yang telah disebutkan di atas, 

kepercayaan lain seperti: animisme, astrologi, ilmu sihir, ilmu kebatinan, 

kepercayaan kepada dukun-dukun dan jimat-jimat dari agama primitif, 

dewasa ini telah menjadi mata kuliah dalam studi Antropologi di perguruan 

tinggi. Ilmu-ilmu tersebut bukan saja diilmiahkan, tetapi juga telah sangat

menarik perhatian banyak sarjana yang jiwanya kosong. Di Amerika juga di 

Indonesia, majalah-majalah dan surat kabar-kabar besar, membuka kolom 

astrologia dan mempromosikannya secara besar-besaran. Penulis-penulis 

kolom itu kebanyakan yaitu  orang-orang yang bergelar dokter atau para 

profesor. Ini sangat menarik perhatian banyak orang yang tersesat.

Faktor Trauma Sejarah

Sejarah perkembangan dan perluasan agama Kristen atau Gereja 

dalam sejarah dunia, pada satu sisi merupakan suatu prestasi dan prestise 

tersendiri, bagi dunia misi dan zending.8 Tetapi pada sisi lain hal itu 

berdampak buruk pada sebagian orang, karena menimbulkan trauma sejarah 

yang berkepanjangan dan sulit dipulihkan. Sebagai contoh yaitu  sejarah 

Perang Salib yang sampai saat ini telah membuat orang-orang dari agama 

tertentu berpandangan bahwa agama Kristen yaitu  musuh yang harus 

diperangi karena telah menumpahkan darah jutaan umat agama tertentu 

pada zamannya. Kebencian itu sampai hari ini telah menjiwai juataan umat 

penganut agama tertentu terhadap orang-orang Kristen dan Gereja.9 Tentu 

juga ada faktor teologis lain yang menyebabkannya.

Serangan Belanda terhadap Indonesia dan penjajahan panjang 

terhadap Nusantara ini telah melahirkan trauma baru, di mana orang-orang 

non-Kristen menganggap agama Kristen identik dengan penjajah atau 

agama orang barat atau kulit putih.10 Dan sekali pun alasan mereka dapat dimengerti tetapi harus diakui juga bahwa Gereja dan zending yang diutus 

dari barat, turut andil dalam menciptakan citra negatif tersebut. Dengan 

demikian mayoritas bangsa Indonesia menyimpan dendam sejarah terhadap 

agama Kristen, Gereja dan misi masa kini.11

Belum lagi zaman Post Modern ini, perlakukan Amerika terhadap 

terorisme yang begitu keras, lebih memicu dendam dan sakit hati terhadap 

Kekristenan, karena Amerika Serikat dianggap Negara Kristen oleh 

sebagian besar orang-orang non-Kristen di Indonesia. Ditambah, dukungan 

yang sangat kuat dari Amerika Serikat terhadap musuh bersama agama￾agama tertentu, yakni Israel, turut menambah intensitas kebencian itu.

Sikap permusuhan dan anti-Kristen memuncak di Indonesia dengan 

pengrusakkan, pembakaran dan penutupan 800 Gereja lebih di Indonesia 

masa kini. Hal ini mengakibatkan ketakutan, kegelisahan dan trauma 

mental yang cukup berat bagi orang-orang Kristen di Indonesia. Kita 

melihat bahwa banyak orang Kristen yang menjadi pudar imannya lalu 

mundur dari iman. Inilah sebabnya beberapa orang Kristen beranggapan 

bahwa kita perlu kompromi, perlu mengoreksi kepercayaan kita dan bahkan 

tak perlu lagi menjalankan penginjilan dan misi terhadap orang-orang non￾Kristen tersebut. Dalam kondisi seperti ini, Gereja atau kekristenan, jelas 

akan merosot dan terus merosot sampai akhirnya kehilangan garam dan 

terangnya yakni Gereja dalam proses menuju kematian rohani. 

Dalam pandangan Alkitab, Gereja yang menderita yaitu  Gereja 

yang cepat bertumbuh dan memenangkan banyak jiwa bagi Kristus. Sebab 

seorang Kristen yang telah lahir baru dan terus bertumbuh dalam 

pengenalan akan Kristus pasti akan tetap bertahan dan bertumbuh dalam hal 

kualitas, kuantitas dan komplesitas organisasi Tubuh Kristus. Maka 

benarlah yang dikatakan oleh Dr. Peter Wongso: Apabila Gereja tak 

bertumbuh dengan cepat, maka tatkala agama-agama lain bertumbuh, 

dengan sendirinya Gereja akan terdesak.



Sandungan terbesar, terkuat dan terberat umat agama tertentu dalam 

memahami dan menerima kekristenan yaitu  karena mereka menganggap 

dan yakin bahwa ajaran Kristen tentang Allah Tritunggal dan tentang Yesus 

Kristus merupakan dosa yang tidak terampuni (dosa syirk). Menurut 

mereka, syirk atau mempersekutukan Tuhan Allah yaitu  dosa yang tak 

dapat diampuni.13

Sejak masa kanak-kanak penganut agama tertentu sudah diajarkan 

bahwa... lam yalid lam yulod... atau Allah itu tak beranak dan tidak 

diperanakan.

14 Akibatnya, mereka tidak dapat menerima pandangan bahwa 

Yesus Kristus itu Anak Allah. Juga, mereka tak dapat menyebut Yesus itu 

Tuhan karena mereka sudah diajarkan, La ilaha illahlah atau Tiada Tuhan 

selain Allah. Karena inilah muncul anggapan bahwa orang-orang Kristen 

bersalah terhadap syirk ini karena mempercayai dan mengajarkan doktrin 

Allah Tritunggal.

Sementara itu di kalangan Kristen, khususnya di Indonesia ini, 

masalah dosa syirk ini, menjadi salah satu sebab munculnya keragu-raguan 

di benak mereka. Apalagi, posisi orang Kristen pada saat ia dituduh atau 

difitnah dan bahkan diserang oleh orang-orang penganut agama tertentu. 

Karena itu terhadap situasi yang demikian ini, tak jarang orang Kristen, 

bukan saja tak bertumbuh, tetapi malahan sedang berada dalam proses 

menuju kematian iman. Dan jangan lupa, pengaruh ajaran agama tertentu, 

telah sangat mempengaruhi perudangan-undangan di Indonesia sejak 

beberapa dekade yang lalu. Tetapi bagi kita yang sungguh telah percaya 

kepada Allah dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus seperti yang diajarkan 

Alkitab, justru hal ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang untuk 

menyaksikan Injil Yesus Kristus yang menyelamatkan (Rm 1:16-17).


Faktor-faktor penunjang atau penentu pertumbuhan Gereja dapat 

dilihat dari dua sudut, yakni faktor teologis dan antropologis. Yang 

dimaksud dengan faktor teologis yaitu  keterlibatan dan peranan Allah 

sendiri di dalam memulai dan menumbuhkan Gereja-Nya. Sedangkan 

faktor antropologis bermaksud menunjukkan bahwa Allah memakai, 

membentuk dan memperlengkapi hamba-hamba-Nya atau manusia Tuhan 

yang dipilih-Nya untuk bekerja sama dengan Dia dalam rangka menumbuh￾kembangkan Gereja-Nya di dunia ini.

Faktor Teologis

Salah satu aspek penunjang pertumbuhan Gereja yaitu  faktor 

teologis, yakni bergantung kepada Allah, dan peranan atau karya Roh 

Kudus dalam Gereja. 

Pertumbuhan Gereja Bergantung Kepada Allah

Pertumbuhan secara kuantitatif, kualitatif dan organik dalam Gereja 

lokal merupakan suatu proses supranatural. Gereja yaitu  ciptaan Allah, 

Yesus Kristus yaitu  kepalanya. Kehidupan mengalir dari keberadaan-Nya 

di dalam Gereja dan pertumbuhan terjadi sebagai akibat dari kehidupan 

ilahi tersebut. Gereja yaitu  sebuah organisme yang hidup. Gereja 

berkembang dan bertumbuh melalui proses karya Allah, bukan perbuatan 

manusia. Dalam 1Korintus 3 Paulus menjelaskan tentang tanggung jawab 

terakhir untuk pertumbuhan Gereja: Aku menanam, Apolos menyiram, 

tetapi Allah yang memberi pertumbuhan (1Kor 3:6).

Rasul Paulus menguraikan bahwa setelah segala usaha manusia 

dilakukan, pada akhirnya pertumbuhan itu bergantung kepada Allah. Benih 

itu ditanam dan tanaman yang tumbuh itu disiram, dipangkas dan 

dipelihara, tetapi pertumbuhan yaitu  hasil dari proses supranatural, 

misterius dan ajaib yang terjadi di bawah tanah, bebas dari intervensi dan 

usaha manusia. Demikian juga pertumbuhan Gereja. Jikalau bukan Tuhan 

yang membangun Gereja, maka sia-sialah usaha manusia yang 

mengorganisir, merencanakan dan membiayainya (bnd. Mzm 127:1). 

Sebelum kita mengakui adanya unsur supranatural dalam proses 

pertumbuhan Gereja dan menempatkan usaha manusia pada proporsinya,


maka tidak ada nilai benar dan kekal yang dapat dicapai dari diri kita 

sendiri; kita tak dapat membuat Gereja bertumbuh (Yoh 15:5).15

Kita mungkin berpikir sejenak dan kemudian memuji keberhasilan 

kita karena sifat yang baik, karunia rohani yang hebat, adanya sumber￾sumber dana atau karena kepempinan gembala yang kuat. Tetapi tanpa 

mengecilkan faktor di mana Allah memakai keterlibatan manusia, 

pertumbuhan Gereja tetap tergantung pada Allah dan di dalamnya Allah 

memakai manusia yang bergantung kepada-Nya (Yoh 15:1-8).

Gereja-gereja yang dibangun berdasarkan talenta berkhotbah yang 

hebat atau kemampuan berorganisasi seseorang, harus menolak godaan 

untuk memuji manusia sebagai penyebab pertumbuhan sebuah Gereja. 

Paling tepat, jika kita berkata, kita yaitu  orang-orang yang menanam dan 

orang-orang yang menyiram tetapi Allah yang menghidupkan dan 

menumbuhkan Gereja dan hanya Dia saja yang layak menerima pujian.

Timbul pertanyaan, bagaimana hal tersebut di atas berhubungan 

dengan doa? Jawabannya yaitu : jika kita percaya bahwa pertumbuhan 

Gereja berasal dari Allah dan kerenanya bersifat supranatural dan jika kita 

sadar bahwa kita bergantung kepada Allah dalam proses pertumbuhan 

Gereja, maka doa juga di dalam tuntunan Allah (Roh Kudus) akan 

menempati urutan teratas dari susunan daftar prioritas kita. Jika Allah yang 

menyebabkan pertumbuhan, maka kita harus berhubungan dengan Dia, jika 

tidak, maka kita berusaha dengan sia-sia, menjalankan roda pelayanan kita 

tanpa hasil rohani yang diharapkan.

Perubahan dan pertumbuhan roahni yang sejati akan terjadi hanya 

karena jawaban doa, sementara kita terus belajar untuk bergantung kepada￾Nya Fokus harus dialihkan dari diri kita sendiri kepada Allah. Dan jika 

kemampuan kita berasal dari Allah dan bukan dari diri kita sendiri dalam 

segala hal, maka pastilah fokus kita harus berpusat pada Allah sebagai 

sumber segala kekuatan kita. Supaya kita menjadi semakin yakin bahwa 

sumber pertumbuhan Gereja yaitu  dari Allah saja dan bahwa usaha 

manusia sia-sia adanya tanpa berkat-Nya, maka seharusnya kita memahami 

petingnya peranan Roh Kudus dalam Gereja.

Gereja lahir, bertumbuh dan tetap eksis karena pekerjaan Roh 

Kudus. Roh Kudus-lah yang membawa orang-orang ke dalam Gereja. 

Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam hidup seseorang sehingga 

mengalami kelahiran baru, makin berakar dan bertumbuh di dalam Kristus 

merupakan karya Roh Kudus.16 Karya tersebut dapat diamati dalam proses 

di bawah ini.

Roh Kudus Menginsafkan

Roh Kudus mengisafkan manusia akan dosa-dosanya ketika Ia 

mendirikan Gereja (Yoh 16:8-11). Dalam bagian lain Yesus menegaskan 

bahwa, tak ada seorang pun yang dapat datang kepada-Ku jikalau ia tak 

ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku (Yoh 6:44). Kesadaran akan 

pendekatan ilahi membuat kita sadar bahwa Allah memulai dengan cara￾Nya yang misterius, menarik, melembutkan dan menciptakan kesadaran 

akan kebutuhan dalam hati seseorang akan pentingnya keselamatan atau 

lahir baru.

Kita harus sadar bahwa Roh Kudus, dengan cara yang kadang￾kadang tak kita mengerti dan di luar kemampuan kita, bekerja di dalam hati 

seseorang mendatangkan keselamatan. Kita berpikir bahwa latihan, 

kemampuan dan pengetahuan kita sebagai penyebab kesadaran seseorang. 

Roh Kudus menggunakan sumber daya manusia dalam pekerjaan-Nya 

tetapi tanggung jawab untuk menyadarkan seseorang yaitu  karya-Nya 

sendiri.

Roh Kudus Mengerjakan Pertobatan

Roh Kudus mengerjakan pertobatan yang sejati di dalam hati 

seseorang. Pertobatan yaitu  buah dari kesadaran yang membawa kepada 

keputusan, di mana caranya sulit untuk dipahami. Roh Kudus menarik kita 

dan menciptakan di dalam kita kesadaran akan kebutuhan kita yang paling 

dalam. Ia kemudian memberikan kemampuan kepada kita untuk percaya 

kepada berita Injil dan menempatkan iman kita kepada-Nya. Ia 

menyebabkan perubahan itu terjadi. Titus 3:5 menjelaskan proses tersebut:

Oleh pemandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan 

oleh Roh Kudus. Hal yang perlu diigat bahwa sebagai manusia, kita tidak 

memiliki peran apapun dalam kelahiran baru atau pembaharuan seseorang, 

selain hanya menyampaikan berita Injil. Tentang hal ini, Billy Graham 

menjelaskan sebagai berikut:

Pembaharuan itu bukanlah pekerjaan penginjil, itu yaitu  pekerjaan 

Roh Allah. Syarat yang tak dapat dipisahkan dari kelahiran baru 

yaitu  pertobatan dan iman, tetapi pertobatan dan iman itu sendiri 

tak menyelamatkan. Iman yang sejati itu yaitu  pemberian Allah 

kepada seseorang seperti yang telah saya katakan bahkan menolong 

kita untuk bertobat.17

Roh Kudus Menciptakan Pengakuan

Hal Penting lainnya dalam karya Roh Kudus selain menginsafkan 

dan menobatkan seseorang yaitu  adanya pengakuan bahwa Yesus yaitu  

Tuhan (Rm 10:9-10). Dalam 1Korintus 12:3, dijelaskan: Tak ada seorang 

pun yang dapat mengaku Yesus yaitu  Tuhan selain oleh Roh Kudus. Roh 

Kudus saja yang menyebabkan seseorang bertobat kemudian membuatnya 

mengakui di dalam hati dan dengan kata-kata di dalam mulutnya, bahwa 

Yesus yaitu  Tuhannya.

Roh Kudus memperlengkapi Gereja

Roh Kudus memperlengkapi Gereja di samping membawa orang￾orang ke dalam Gereja. Roh Kudus juga mengarahkan pertumbuhan 

individu-individu tersebut ke tingkat yang lebih dalam dan tinggi di dalam

Tuhan Kristus Yesus.

Perlu disadari bahwa kita tak dapat menyebabkan pertumbuhan 

Gereja sama seperti halnya pertobatan. Surat Galatia 5:22 melukiskan 

sembilan kualitas sifat atau karakter dan tingkah laku Kristus dalam diri 

seorang Kristen sebagai buah pertumbuhan rohani, yang disebut Paulus 

sebagai buah Roh. Buah Roh di sini bukan berasal dari manusia yang 

mengalaminya tetapi dari Roh yang tinggal di dalamnya. Ini terjadi pada 

individu-individu yang berada dan tinggal di dalam Tubuh Kristus.


Efesus 3:16 berkata tentang aktifitas Roh ini yang terjadi di dalam 

batin manusia. Jika Roh Kudus tinggal dalam hati atau batin seseorang, 

maka ia juga bekerja di dalam orang tersebut. Ia menggerakkan, mengubah, 

menuntun dan menggembalakannya menjadi seperti Kristus dalam tiga cara 

utama.

Pertama, melalui Firman Tuhan. Roh Kudus memperlengkapi 

Gereja melalui Firman Allah. Ibrani 4:12 melukiskan bahwa Firman Allah 

itu hidup, kuat dan tajam. Selanjutnya dalam Yohanes 16:13 ditulis bahwa 

Roh akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran yaitu kebenaran 

tentang Tuhan Yesus Kristus. Konteks dari ayat ini yaitu  percakapan di 

mana Yesus sedang berhubungan dengan murid-murid-Nya berkaitan 

dengan hubungan-Nya dengan Allah, Kerajaan Surga dan mereka sendiri. 

Kata Yesus kepada mereka bahwa salah satu pelayanan Roh Kudus atau 

Penghibur yaitu  mencelikkan mata rohani mereka yang buta dan 

memimpin mereka kepada pengertian yang mendalam tentang Kristus, 

Anak Allah yang hidup. Roh Kudus yang hidup menggunakan Firman 

Allah yang hidup, memberinya kuasa, dan dengan cara ajaib atau misterius, 

supranatural, memakainya untuk mengubah seseorang di dalam hatinya dan 

menumbuhkan kualitas rohaninya. 

Dalam 1Tesalonika 2:13 Paulus berbicara tentang Firman yang 

bekerja dalam hidup mereka yang percaya. Hubungan yang erat dan 

harmonis antara Roh yang bekerja melalui Firman Allah ditegaskan lagi 

oleh Stephen Tong sebagai berikut:

Dan semua yang disebut sebagai suara Roh Kudus harus sesuai dan 

harmonis dengan prinsip-prinsip yang ada di seluruh Kitab Suci. 

Tidak ada konflik dengan Firman. Jangan membedakan dan 

memisahkan Roh Kudus dari Firman. Roh Kudus yaitu  kebenaran 

dan Kitab Suci yaitu  kebenaran yang diwahyukan oleh Roh Kudus, 

karena Roh Kudus yaitu  roh kebenaran, maka Roh Kudus yang 

mewahyukan kebenaran, mencerahkan orang akan kebenaran dan 

memimpin Gereja kembali, masuk ke dalam pengertian dan 

kenikmatan kebenaran. Roh Kudus dan kebenaran tak boleh 

dipisahkan.


Kedua, melalui manusia-manusia Tuhan. Di samping menggunakan 

Firman Allah, Roh Kudus juga menggunakan orang-orang dalam 

menyatakan dan menyingkap makna Firman Allah. Menurut Efesus 4:12, 

Allah telah memberikan orang-orang yang mempunyai karunia kepada 

Gereja untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan 

pelayanan. Seringkali kita melihat laki-laki dan perempuan yang 

sebelumnya mati secara rohani, datang ke dalam keluarga Allah dan mulai 

berkembang sementara mereka belajar dari pelayanan Firman yang 

dinyatakan oleh seorang pengkhotbah, guru, gembala-gembala dan 

penginjil yang memiliki karunia.

Seringkali terjadi seorang hamba Tuhan memerlukan waktu berjam￾jam untuk menyiapkan sebuah khotbah, tetapi sesudah menyampaikannya 

ia mendapati bahwa orang-orang diberkati dan mengalami pertumbuhan 

iman dan pengertiannya akan rencana Allah bagi dirinya dan dunia. Dalam 

hal ini Roh Kudus telah bekerja, menyatakan kesalahan, memperbaiki 

kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran (2Tim 3:16-17).

Jadi, Roh Kudus menggunakan hamba Tuhan untuk menjelaskan 

arti Firman Tuhan. Tetapi Roh Kudus sendiri akan bekerja pada tingkat 

yang lebih mendalam, menggunakan Firman yang membawa kepada 

perubahan dan pertumbuhan rohani.

Ketiga, melalui karunia-karunia Roh Kudus. Cara kerja Roh Kudus 

yang ketiga dalam memperlengkapi Gereja yaitu  dengan mengaruniakan 

karunia-karunia rohani kepada orang-orang percaya secara pribadi. Allah 

memberikan kepada setiap orang sedikitnya satu karunia rohani untuk 

mengisi peranan khusus dalam Gereja. Setiap karunia menyumbangkan 

sesuatu kepada Tubuh Kristus. Persoalan dan sampai pada perpecahan 

dalam Gereja terjadi karena masing-masing orang Kristen tak melayani 

sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh Roh Kudus kepadanya 

(tak sesuai dengan karunia Roh yang ada padanya).

Kita masing-masing memiliki keterbatasan tetapi Allah telah 

memberikan kemampuan atau karunia-karunia kepada yang lain untuk 

mengisi dan mengimbangi keterbatasan dan kekurangan-kekurangan kita. 

Tidak ada satu manusia pun yang dapat menjadi manusia super. Tiap-tiap 

anggota mempunyai kemampuan atau karunia unik. Dan kita harus 

menjalankan karunia-karunia itu, bukan meremehkan atau pun 

memamerkannya. Dengan perkataan lain setiap orang Kristen, mesti 

menemukan sebuah tempat pelayanan yang diberikan oleh Roh Kudus

kepadanya untuk mengembangkan karunia rohani yang dimilikinya. Sebab 

dengan cara demikian pertumbuhan Gereja yang diharapkan dapat 

tercapai.19

Faktor Antropologis

Faktor kedua terjadinya pertumbuhan Gereja yaitu  aspek 

antropologis yang meliputi enam pernan penting, yakni: doa, iman, 

kepemimpinan yang memberdayakan, struktur pelayanan yang efektif, 

ibadah yang membangkitkan inspirasi, serta kelompok kecil yang 

menjawab kebutuhan anggota Gereja.

Peranan Doa

Pertumbuhan Gereja secara kualitatif, kuantitatif dan organis, akan 

terjadi jika kita sadar bahwa implikasi dari pekerjaan dan pelayanan Roh 

Kudus yaitu  dorongan, komitmen dan kegiatan doa yang lebih serius 

dengan yang kita lakukan sebelumnya. Allah mengasihi dan memelihara 

Gereja-Nya. Ia selalu siap memberkati umat-Nya. Tetapi terkadang Allah 

menunggu kita agar meminta daripada-Nya (Yoh 14:13-14, 15:7-8). 

Tantangan Firman Tuhan benar secara teologis tetapi jarang dan kurang 

dipraktikkan. Kita sering berpendirian dan berpikir bahwa kita dapat 

menjalankan kehidupan Gereja (kekristenan kita) dengan baik, dengan 

menggunakan sumber daya kita sendiri, tanpa mempedulikan kekuatan 

ilahi. Kita kurang memiliki pengertian perlunya bergantung kepada Allah. 

Kita berpikir bahwa kita tahu bagaimana menyusun program yang kreatif 

sehingga ada kegiatan untuk setiap kelompok umur dan profesi. Kita tahu 

bagaimana menyampaikan pikiran-pikiran teologis dengan cara menarik. 

Kita tahu bagaimana cara membangun fasilitas yang bagus untuk mewadahi 

program-program kita. Mungkin juga kita tahu, bagaimana menerapkan 

struktur badan usaha ke dalam Gereja sehingga organisasi kita menjadi 

hebat, kita tahu melakukan hal-hal tersebut dan kita berpikir, semua itu 

dapat dilakukan tanpa keterlibatan Allah. Kurangnya pengertian terhadap

kebutuhan akan Allah menghilangkan pengertian kita akan perlunya 

berdoa. Doa pribadi dan bersama tidak antusias, mencerminkan kurangnya 

pengertian kita tentang proses supranatural yang bekerja dalam 

pertumbuhan Gereja.

Kita sering berbicara tentang doa secara abstrak, lalu berdoa tidak 

lagi menjadi prioritas kita. Kelesuan terhadap doa merupakan akibat dari 

kecenderungan kita untuk mengukur hasil-hasil dengan cara-cara yang 

berbeda dari sifat-sifat Allah. Sarana pengukur kita menunjuk kepada 

jumlah anggota, jumlah rupiah atau fasilitas-fasilitas. Meskipun Allah juga 

peduli terhadap aspek-aspek tersebut, namun Allah lebih melihat pada 

kondisi hati manusia. Ia peduli terhadap dosa yang tak diakui; apakah kita 

mengasihi Dia dan mengasihi satu terhadap yang lain? Apakah kita peduli 

terhadap mereka yang terhilang?

Rasul Paulus memberi contoh-contoh doa bagi kita. Ia secara terus￾menerus berdoa agar jemaat-Nya mengembangkan kualitas-kaulitas rohani 

yang merupakan hal yang paling penting. Ia berdoa bagi kasih yang dalam 

di antara orang percaya, bagi pengertian yang makin jelas tentang siapakah 

Yesus, dan bagi peningkatan kesabaran dalam penderitaan dan 

penganiayaan (Ef 3:14-21). Jika kita mulai melihat bahwa hal-hal itu tak 

akan terjadi kecuali melalui jawaban doa, maka doa akan menjadi lebih 

daripada sekedar program pilihan atau tambahan saja. Sebaliknya doa akan 

menjadi kekuatan yang mendorong pertumbuhan Gereja.20

Peranan Iman

Karya Roh Kudus dalam pertumbuhan Gereja mempunyai implikasi 

bagi iman kita. Persoalan kita, seringkali terlalu banyak di antara kita 

masuk dan terjual dalam sebuah pelayanan pemeliharaan (status qua). 

Terdapat suatu kekurangan dan ketidakpercayaan bahwa Allah akan 

melakukan mujizat. Kita telah menjadi satu generasi yang ragu-ragu dan 

mungkin takut. Kita sering menganggap Allah tidak dapat melakukan hal￾hal yang besar dan tak terpahami (Yer 33:3). Atau mungkin kita juga masih 

percaya tetapi hanya dalam tingkatan ajaran atau doktrin saja di dalam 

pemikiran kita. Salah satu sebabnya yaitu  karena kita tak memiliki iman 

terhadap perkara-perkara yang besar dari Allah. Kita akan percaya kepada Allah jika kita merasa terpaksa. Kita cenderung melihat pada setiap 

altematif manusia dalam penyelesaian suatu masalah, sebelum akhimya kita 

berpaling kepada Allah. Untuk mengajar murid-murid tentang iman, 

berkali-kali Yesus membawa mereka ke dalam situasi yang tak 

berpengharapan dari sudut pandang manusia (badai di laut, 5.000 orang 

yang harus diberikan makan, dan lain sebagainya). Yesus sedang melatih 

mereka untuk beriman dan berpaling kepada-Nya dengan sebuah sikap 

ketergantugan dan berpengharapan di dalam Dia saja. Kita akan belajar 

berpaling kepada-Nya, hanya jika kita telah mulai melihat kegagalan usaha 

manusiawi untuk menghasilkan perkara-perkara rohani di luar Dia.

Kurangnya iman yang membawa ketergantungan kepada Allah 

dapat ditelusuri pada pengertian tentang siapa yang bertanggung jawab 

terhadap pertumbuhan Gereja. Jansen dan Jim Stevens menegaskan sebagai 

berikut:

Jika kita percaya bahwa pertumbuhan yaitu  karya manusia, maka 

kita akan berpaling kepada manusia untuk memperoleh sumber￾sumber daya; perhatian kita akan berada pada rencana-rencana dan 

strategi-strategi kita. Kita akan cenderung menggunakan cara 

penyeleksian manusiawi terhadap masalah-masalah yang tak 

terselesaikan. Tetapi hasil dari proses buatan manusia yaitu  sebuah 

produk karya manusia. Jika Gereja harus bertumbuh, Gereja harus 

bergantung dengan kendali manusia. Jika Gereja harus bertumbuh, 

Gereja harus bergantung kepada Allah, Gereja juga akan 

berpengharapan. Seluruh proses akan menjadi sebuah pengalaman 

besar seperti yang seharusnya. Pengalaman untuk melihat Allah 

yang hidup terus-menerus melakukan perkara-perkara yang tak 

dapat dijelaskan dengan bahasa manusia. Jika kita tahu bahwa hanya 

Allah yang dapat melakukan hal-hal tersebut terjadi, maka kita akan 

meminta kepada-Nya perkara-perkara yang mustahil dan percaya 

bahwa Ia akan melakukannya.21

Karena itu, orang-orang Kristen perlu belajar bagaimana berdoa dan 

melangkah dengan iman dalam setiap peristiwa. Peristiwa-peristiwa iman 

menantang umat Allah untuk percaya bahwa Ia akan memberikan sesuatu 

di luar jangkauan mereka. Gereja perlu dimobilisir agar melalui iman 

mendoakan perkara-perkara besar. Mulai dengan doa bersama untuk situasi

yang tampaknya tak berpengharapan. Misalnya sang pecandu alkohol yang 

perlu dilepaskan, sebuah keluarga yang tampaknya harus bercerai atau 

orang-orang yang telah tersesat pada jalan Setan dan sebagainya.

Banyak Gereja mengalami kemunduran rohani dan moral. Mereka 

memiliki mentalitas yang lelah. Tetapi keadaan demikian dapat berubah 

jika kelompok-kelompok Kristen berdoa bagi hal-hal yang tak mungkin. 

Allah pasti menyukai doa-doa semacam itu dan Ia akan menanggapinya. 

Iman melibatkan resiko dan usaha tanpa takut akan kegagalan. Tetap 

beriman walaupun dalam situasi yang tak menyenangkan. Ini berarti bahwa 

orang Kristen harus belajar nyerempet-nyerempet bahaya. Ini juga berarti 

orang-orang Kristen belajar meremehkan kesulitan-kesulitan. Tentang hal 

ini, seorang pakar pertumbuhan Gereja menulis sebagai berikut:

Sejarah berhubungan dengan pertumbuhan Gereja, salah satu hasil 

dari studi kami menunjukkan bahwa kenyataan yang penting, 

bukanlah bagaimana cara kerohanian diekspresikan, melainkan 

kenyataan bahwa iman dihayati dan diamalkan berdasarkan 

komitmen yang berapi-api dan antusiasme. Tingkat kehausan rohani, 

jelas merupakan titik yang memisahkan Gereja yang bertumbuh 

dengan yang tidak.22

Peranan Kepemimpinan yang Memberdayakan

Hasil studi dan penelitian para pakar pertumbuhan Gereja 

membuktikan bahwa para pemimpin Gereja yang bertumbuh tidaklah 

berusaha membangun kekuasan mereka untuk menjadi sangat dominan. 

Justru sebaliknya mereka menganggap salah satu tugas yang terpenting 

yaitu  menolong orang-orang Kristen mengembangkan tingkat 

kemampuannya, menurut yang telah Allah berikan kepada mereka. Para 

pemimpin di sini melayani untuk memperlengkapi, mendukung, 

memotivasi dan menjadi mentor bagi individu-individu untuk menjadi seperti yang Allah kehendaki atas mereka. Beginilah sifat daripada 

kepemimpinan Kristus yang berjiwa memuridkan segala bangsa bagi 

perluasan kerajaan-Nya di bumi ini.23

Peranan Struktur Pelayanan yang Efektif

Kriteria paling penting untuk bentuk dan struktur di dalam Gereja 

yang bertumbuh yaitu  apakah Gereja-gereja tersebut memenuhi tujuannya, 

apakah Gereja tersebut jalan di tempat atau sedang mundur dan akhimya 

merosot, yang ujung-ujungnya menjadi Gereja yang mati? Struktur Gereja 

sendiri tak pernah dan tidak boleh menjadi tujuan, tetapi selalu hanya 

merupakan sarana untuk mencapai suatu tujuan. Disarankan oleh para pakar 

supaya apa pun yang tak memenuhi persyaratan-persyaratan ini seperti, 

struktur kepemimpinan, merendahkan martabat, waktu ibadah yang tak 

tepat atau program yang tak menjangkau khalayak secara efektif lebih baik 

diubah dan dinonaktifkan. Melalui proses pembaharuan ini, kebiasaan yang 

hanya bersifat tradisi dapat dipertahankan sejauh masih efektif.24

Peranan Ibadah yang Membangkitkan Inspirasi

Ibadah yang dimaksud dengan membangkitkan inspirasi yaitu  

kegiatan menyembah Allah, bersekutu dengan Dia, berdoa kepada-Nya, 

memuji dan menyanyi bagi Allah, mengaku dihadapan-Nya dan memberi 

tanggapan kepada-Nya, sebagaimana layaknya Ia patut ditinggikan dan 

dimuliakan seperti yang dinyatakan dalam firman-Nya. Dalam ibadah ini 

pertanyaan yang patut disampaikan yaitu  apakah ibadah merupakan 

pengalaman yang membangkitkan inspirasi bagi mereka yang 

menghadirinya? Jika ya maka ibadah itu akan dihadiri dan dinikmati, jika 

tidak maka ibadah itu kurang diminati.

Bidang ini secara jelas memisahkan Gereja yang bertumbuh dengan 

Gereja yang tidak bertumbuh. Dari sekian banyak kelompok Kristen, 

terdapat pemikiran yang berbeda-beda tentang fungsi dan manfaat ibadah. 

Di antaranya ada yang biasa beribadah hanya sekedar memenuhi tuntutan 

agamanya, datang ke Gereja hanya demi berbuat baik bagi Allah atau bagi gembalanya atau orang lain. Beberapa orang di antara mereka percaya 

bahwa kesetiaan dalam beribadah seperti itu diberkati oleh Allah. 

Sedangkan bagi yang lain ibadah itu benar-benar sangat menggairahkan dan 

membangkitkan inspirasi dan semangat. Dalam posisi dan pandangan yang 

mana kita berada, merupakan petunjuk dan pertanda yang jelas tentang 

keadaan Gereja kita. Ibadah yang benar dan mendatangkan kualitas 

pembaharuan, itulah salah satu sebab bagi pertumbuhan Gereja baik 

kualitas maupun kuantitas dan organis.25

Peranan Kelompok Kecil yang Menjawab Kebutuhan Anggota

Penelitian para pakar telah membuktikan bahwa Gereja yang 

bertumbuh lezimnya yaitu  Gereja yang mengembangkan hadirnya sistem 

kelompok kecil, dimana setiap orang Kristen dapat berkomunikasi dengan 

intim, mendapat pertolongan sehari-hari dan dukungan pertumbuhan rohani 

yang tetap dalam kelompok ini. Isi Alkitab di dalam kelompok ini, 

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kelompok kecil seperti ini, 

bukanlah suatu pilihan hati atau kesenangan yang dilakukan bila ada waktu, 

tetapi ini merupakan pokok kehidupan yang utama dari Gereja Tuhan yang 

bertumbuh. Dalam buku Bukan Sekadar Jumlah, Dr. Yonggi Cho 

menjelaskan pentingnya pelayanan di dalam Kelompok Sel. 

Terdapat banyak orang di tengah-tengah masyarakat kita, yang telah 

menjadi anggota dari suatu Gereja, akan tetapi sekarang tak lagi 

menghadiri kebaktian dimana pun juga. Oleh karena sesuatu alasan 

maka menggabungkan diri dengan jumlah guguran orang-orang 

Kristen yang kita saksikan tersebar di seluruh dunia. Sebagian besar 

dari guguran orang-orang Kristen itu, menurut pandangan saya, 

mempunyai alasan yang sama. Mereka masih tetap percaya kepada 

Yesus Kristus. Mereka masih tetap menganggap diri sebagai orang 

Kristen, akan tetapi mereka telah dikecewakan oleh pihak Gereja. 

Beberapa di antaranya bahkan ada yang telah melibatkan diri dalam 

perpecahan Gereja. Sebagian lagi di antaranya ada yang merasa 

kecewa terhadap pendeta atau gembala sidang mereka, atau terhadap 

kepimpinan Gereja mereka. Ada lagi yang mungkin telah jatuh ke 

dalam lembah dosa dan sudah meras amalu untuk kembali ke Gereja, sebagian lagi ada yang mungkin merasa malu untuk kembali ke 

Gereja, sebagian lagi ada yang mungkin merasa diabaikan oleh 

gembala sidang, yang tidak pernah datang berkunjung menengok 

mereka entah apa pun alasannya, kita temukan masih ada kelompok 

besar orang-orang yang perlu untuk kita capai dan sen